- Back to Home »
- About Me , Corat Coret Curhat »
- PENGALAMAN MENGAJAR, ANTARA IKHLAS DAN KESENANGAN
Posted by : JIM
Rabu, September 24, 2014
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
“Apakah punya cita-cita menjadi seorang guru?” Itulah pertanyaan yang sudah sejak dahulu teman-temanku tanyakan padaku. Bahkan hingga sekarang, setelah memasuki dunia perkuliahan ini, masih ada saja beberapa temanku yang telah mengenalku yang memberikan pertanyaan ataupun ungkapan serupa dengan itu. “Inginkah menjadi guru?”, “Mau jadi seorang dosen ya?”, “Wah, punya keinginan menjadi seorang pengajar?”, ataupun ucapan-ucapan lainnya yang serupa.
Pertanyaan-pertanyaan mereka tersebut bukan tanpa alasan. Sebagian dari mereka mungkin sudah tahu tentang kebiasaan mengajar yang hingga sekarang masih rutin saya lakukan. Dan entah mulai sejak kapan kegiatan mengajar dan kesukaan saya terhadap dunia mengajar ini terjadi dan timbul dalam benak. Jika saya boleh mengingat, mungkin bisa dibilang ketika masa awal SMA dahulu. Di SMA dahulu ada sebuah ekstrakulikuler bernama Math Club. Math Club ini merupakan sebuah kegiatan ekstrakulikuler yang rutin terjadi seminggu sekali, di mana di dalamnya adalah kegiatan mengajar yang dilakukan kakak kelas 2 SMA kepada adik-adik kelas 1 SMA. Di awal-awal saya memang mengikuti ekstrakulikuler ini sebagai peserta yang memahami apa yang diajarkan kakak-kakak kelas. Tetapi seiring waktu berlalu, dikarenakan jumlah kakak-kakak kelas yang mengajar kurang, juga hanya karena saya sedikit lebih bisa dari teman-teman, akhirnya kakak-kakak kelas mengajakku untuk ikut serta menjadi tenaga pengajar. Dan yah begitulah jadinya.
Kemudian beranjak naik ke kelas 2 SMA. Di saat itulah saya mendapatkan amanah dan kepercayaan untuk menjadi ketuanya Math Club ini. Yah, jadinya mulai lebih aktif lagi deh mengajarnya. Dan mungkin, bisa dibilang, di saat-saat inilah saya mulai suka dunia mengajar. Entah, ada perasaan menyenangkan tersendiri. Selanjutnya, naik ke kelas 3 SMA, bukannya saya mulai terlepas dari dunia mengajar, bahkan bisa dibilang semakin menjadi. Padahal memang, jabatan ketua Math Club sudah beralih, tetapi entah, ketua yang saat itu katanya sih kurang bisa mengkoordinasi, dan pada akhirnya saya juga ikut turun tangan untuk membantu. Kemudian ditambah juga dengan ‘amanah’ yang diberikan guru-guruku. Beberapa guruku mungkin sudah menyadari kebiasaan dan kesukaanku terhadap dunia mengajar, sehingga akhirnya ada beberapa guruku yang memintaku untuk menjadi guru privat bagi keponakannya (yang masih usia SMP). Dan akupun menerimanya begitu saja. Selain itu, saat saya kelas 3 SMA, juga dibentuk sebuah kelompok atau ekstrakulikuler atau mungkin juga bisa disebut dengan komunitas baru di sekolahku, yaitu komunitas KIR (Karya Ilmiah Remaja). Sebenarnya saya juga kurang tahu menahu dengan komunitas tersebut dan juga tidak ikut bergabung di dalamnya. Tetapi karena yah… dahulu saya sudah pernah beberapa kali memenangkan KIR tingkat kabupaten ataupun nasional, jadi akhirnya pernah beberapa kali diundang untuk masuk ke komunitas KIR tersebut, entah sebagai pengajar, kritikus, atau apapun itulah.
Itu tadi sedikit cerita pengalaman mengajarku selama masa SMA. Mungkin oleh karena pengalaman-pengalaman tersebut, perasaan cintaku terhadap dunia mengajar mulai terbentuk. Dan kesukaanku tersebut masih tumbuh serta berkembang hingga memasuki dunia perkuliahan. Cerita pengalaman mengajar di dunia perkuliahan itupun diawali dari sebuah poster tentang GPM (Gerakan PENS Mengajar) yang terpampang di mading kampus. Dan saat itu pula saya merasa tertantang, karena sasaran pada GPM ini adalah anak-anak SD, sedangkan pengalaman saya selama ini masih mengarah pada anak SMP ataupun SMA. Waktu awal dahulu sih, memang saya tidak begitu yakin bisa mengajar anak-anak SD, karena pikirku anak-anak SD itu pasti lebih sulit diatur dan rewel. Tetapi justru oleh karena itu, saya ingin mencoba untuk mengambil pengalaman baru dengan mengajar anak-anak kecil. Dan ternyata… setelah waktu berlalu, mengajar anak-anak kecil itu ternyata lebih menyenangkan. Banyak hal lucu terjadi, walaupun terkadang menjengkelkan dan berbagai macam lainnya, tetapi tetap saja lucu. Dan perasaan senang terhadap dunia mengajar inipun semakin tumbuh dan berkembang. Akhirnnya, pengalaman mengajar itupun tidak berhenti hanya di GPM, banyak kegiatan mengajar lain di kampus yang saya ikuti, mulai dari KPP jurusan untuk mengajari anak-anak yatim, SekBin (Sekolah Binaan), DesBin (Desa Binaan), kegiatan-kegiatan mengajar dan pembinaan yang diadakan UKKI (Unit Kegiatan Kerohanian Islam), serta berbagai macam kegiatan sosial lainnya yang ada hubungannya dengan mengajar ataupun membina.
So, kembali lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-temanku. Apakah karena pengalaman-pengalaman mengajar tersebut dan kecintaanku terhadap dunia mengajar membuatku memiliki cita-cita untuk menjadi pengajar (baik guru ataupun dosen)? Dan hanya satu jawabku dalam menanggapi pertanyaan maupun ungkapan semacam itu, yaitu “TIDAK! saya sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk menjadi guru ataupun dosen.”
Karena bagiku menjadi seorang pengajar bukanlah cita-cita, mengajar hanya sebagai bagian dari hobi. Sama sekali belum terpikirkan dalam benakku untuk suatu saat nanti menjadi seorang pengajar (baik guru maupun dosen). Selain itu juga, bisa dibilang saya juga meniru seperti kata kakakku. Ketika dahulu salah seorang kakakku ditanya oleh ibuku mengenai bekerja menjadi seorang guru. Dan kakakku itupun menolak (atau mungkin juga menunda) untuk menjadi seorang guru dengan berkata, “Nanti saja kalau sudah kaya dan punya pekerjaan tetap berpenghasilan besar, insyaAllah akan sambilan jadi seorang guru.” Nah, kenapa kakakku mengatakan demikian? Alasannya karena tidak mau menjadikan guru sebagai pekerjaan utamanya. Karena katanya, jika demikian, nantinya kebutuhan hidup sehari-harinya akan bergantung pada hasil gaji menjadi guru. Dan hal demikian, menurut kakakku (dan juga saya) akan menyebabkan tidak ikhlas dalam mengabdi menjadi seorang guru tersebut.
Ya, bagiku (dan mungkin kakakku) guru itu bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan adalah pengabdian. Itulah yang ada di benak kami, untuk menjadi seorang pengajar harus tertanam perasaan ikhlas dan menjadikannya semata-mata sebagai bentuk pengabdian. Tetapi, ada satu hal yang masih menghantui pemikiranku, IKHLAS. Benarkah saya sudah benar-benar ikhlas dalam mengajar? Jika direnungkan baik-baik mengenai makna ikhlas, itu berarti kita melakukan sesuatunya semata-mata hanya karena Allah. Jadi, sudahkah aku benar-benar mengajar dengan berharap mendapatkan ridho dari-NYA? Tetapi kembali lagi seperti yang saya katakan sebelumnya, kegiatan mengajar saya selama ini menjadikan itu sebagai sebuah hobi tersendiri, dan semua itu dilakukan hanyalah untuk demi kesenangan pribadi semata. Ya, hanya untuk kesenangan, hanya untuk penghibur diri di sibuk-sibuknya masa perkuliahan dan di saat-saat tugas ataupun kewajiban yang memusingkan. Itulah kenyataannya, hingga sekarang pun masih begitu, saya masih aktif mengajar terutama kegiatan mengajar yang dilakukan UKKI PENS. Terutama di saat pikiran jenuh dan suntuk, pasti saya larinya ke tempat mengajar itu, menenangkan diri dengan melihat tingkah laku anak-anak kecil yang mungkin memang menjengkelkan, tetapi lucu.
Dan di sinilah masalahnya bagi saya. Jadi, selama ini saya mengajar tidak ikhlas? Hanya untuk penghibur diri di kala suntuk? Astaghfirullah… berkali-kali saya beristighfar dan mencoba untuk bisa tegakkan diri untuk menuju perasaan ikhlas, tetapi hingga sekarang, saya rasa tetap saja. Saya melakukan semua ini masih dengan perasaan yang sama. Ah, entahlah…
Mohon maaf bila tulisan ini kacau, maklum ditulis dengan terburu-buru.
Mengajar harus ikhlas entah itu akhirnya positif atau negatif
BalasHapus