- Back to Home »
- Corat Coret Curhat »
- KASUS BULLY DAN KEKECEWAAN PADA SEKOLAH
Posted by : JIM
Rabu, Januari 21, 2015
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Bully-ing, atau sikap kekerasan ataupun merendahkan murid lain yang terjadi di sekolah-sekolah memang akhir-akhir ini menggemparkan dunia pendidikan. Tentu, masih ingat bukan tentang kasus pem-bully-an yang terjadi terhadap siswi SD di Bukittinggi. Dan itu bukanlah satu-satunya kasus pem-bully-an yang pernah terjadi. Masih ada banyak kasus pem-bully-an yang telah diberitakan di berbagai media berita.
Anda pasti sudah tahu akan kasus-kasus yang telah menyebar di berbagai media tersebut. Dan saya tidak perlu menyebutkan semua kasus pem-bully-an yang pernah terjadi tersebut, karena di sini saya tidak akan membahas hal tersebut. Melainkan di sini saya ingin membahas mengenai masalah yang terjadi pada adik perempuanku (adik bungsu) yang bersekolah di SMA Muhammadiyah 3 Gadung, Surabaya.
Masalah adikku ini sudah bermula semenjak beberapa bulan yang lalu. Adikku seringkali membolos sekolah dan sangat sulit untuk disuruh berangkat sekolah. Tentu saja ini membuat kami sekeluarga (aku, kakak, adik laki-laki, dan ibuku) geram dan berkali-kali mengingatkan. Saat ditanyai, dia mengatakan dimusuhi dengan teman-teman sekelasnya, makanya gak mau sekolah dan takut. Jelas saja alasan semacam ini tidak bisa diterima. Kalau cuma dimusuhi atau di-bully satu/ dua anak, mungkin itu wajar. Tetapi ini sekelas, ya gak mungkin lah, mana kami percaya. Tetapi adikku menyangkal, katanya jika cuma satu/ dua orang, dia mungkin masih kuat. Tetapi yang terjadi, teman-teman sekelasnya itu pada geng-gengan, dan cuma dia yang sendiri, jadinya dia selalu jadi objek pem-bully-an teman-temannya.
Kami pun berkali-kali menasehatinya, mungkin hanya sikapnya yang terlalu tertutup, pendiam, dan gak mau beradaptasi dengan yang lainnya. Berbagai nasehat pun kami lontarkan, dengan mengajarkannya agar bersikap seperti ini dan itu. Setelah kami menyuruhnya bersikap semacam ini dan kembali bersekolah, dalam beberapa hari (atau minggu) kemudian, ia kembali membolos. Kemudian kami kembali menyuruhnya bersikap semacam itu dan kembali bersekolah, ia pun mau kembali bersekolah, namun hanya untuk beberapa hari (atau minggu). Setelah itu, kembali lagi membolos dan nangis. Hal ini terus berulang dan berlanjut hingga beberapa bulan.
Banyak masalah yang pernah ia ceritakan kepada kami mengenai alasannya membolos, mulai dari (yang disebutkan sebelumnya) dimusuhi teman sekelas, teman-temannya mem-bully/ menghinanya karena masalah giginya (adikku memiliki giginya yang berlubang, padahal begitu pula denganku yang memiliki gigi patah karena kecelakaan ketika SMP, tetapi fine2 aja tuh), dikerjai oleh teman-teman sekelas, papan tulis digambari dengan hal-hal yang menghina adikku, disuruh mengerjakan tugas sekolah teman-temannya seorang diri, ketika berkelompok tidak ada yang mau berkelompok dengannya, dan banyak hal lainnya lagi. Padahal, walau di-bully semacam itu, mereka sebenarnya (bisa saya katakan) masih membutuhkan adikku. Karena adikku tergolong anak pintar, ketika ujian mereka selalu menyontek jawaban adikku. Dan saya pun pernah menasehatinya mengenai masalah ini, yaitu dengan tidak memberikan mereka sontekan jawaban dan bersikap tegas kepada mereka. Lah wong mereka masih butuh adikku, tapi kok malah dimusuhi semacam itu. Tetapi katanya tidak berani, karena dia diancam bila tidak memberikan jawaban.
Sebenarnya, bukan berarti seluruh siswa di sana nakal-nakal, dia punya sedikit teman di sekolahnya yang dapat dihitung jari, tetapi itu dari lokal kelas lain. Sedangkan di lokal kelasnya sendiri, dia tidak punya teman, jadi menyulitkannya kalau ada sesuatu seperti tugas kelompok. Dia sangat berharap bisa pindah lokal kelas bersama dengan teman-teman dekat yang bisa memberikannya semangat, tetapi pihak sekolah tidak mengabulkannya.
Yah, kembali lagi. Masalah membolos, dinasehati, bersekolah, dan membolos ini terus berlanjut, hingga kami memberikan kesempatan terakhir, yaitu minggu kemarin. Minggu lalu, kami mengatakan bahwa nasehat itu adalah nasehat terakhir untuk menyikapi sikap teman-temannya. Dan bila tidak berhasil, kami akan mengabulkan permintaannya untuk pindah sekolah (adikku sebelumnya sudah pernah meminta untuk pindah sekolah). Dan hasilnya, saya peroleh dua hari yang lalu, dan tetap tidak berhasil, guru dan sekolah tidak bisa diharapkan untuk membantu. Akhirnya, mbak saya memutuskan untuk langsung melihat ke sekolahnya dan meminta pencerahan tentang masalah ini. Sebenarnya sih, ibu saya sudah beberapa kali ke sana untuk bertanya seputar ini, tetapi hasilnya null. Kata mbak saya sih, ibu saja yang terlalu lunak, makanya mbak saya mau ikut langsung ke sekolah untuk melihat kondisi.
Alhasil, kemarin malam, mbak saya menceritakan apa yang didapatkan olehnya. Dan satu kesimpulan besar yang didapat darinya, yaitu TERNYATA YANG SALAH ITU SEKOLAHNYA. Guru-guru di sana tidak mencerminkan sikap seorang guru. Padahal mbakku ke bagian BK (Bimbingan Konseling) untuk mendapatkan penjelasan dan mungkin solusi yang bisa dilakukan terhadap masalah di sana. Katanya seharusnya kan guru BK memberikan penjelasan secara baik-baik dan bersikap layaknya guru BK. Eh, tetapi ini, dari kata-katanya saja sudah bernada kasar dan gak layak disebut sebagai guru. Bahkan, ketika di sana kan ada beberapa guru lainnya, eh mereka juga ikut menyahut penjelasan guru BK tersebut dari kejauhan. Duh, gak etis banget deh pokoknya. Seharusnya, bila ingin ikut-ikutan berkata, ya wong duduk mendekat dan berkata baik-baik. Lah ini, malah menyahut dari kejauhan. Bahkan, kata mbakku, intinya menyudutkan dan menyalahkan adikku, bukannya memberi solusi.
Dan akhirnya mbakku pun meminta mereka untuk mendatangkan beberapa murid yang dikenalnya (dari curhatan adikku yang dahulu-dahulu) untuk meminta penjelasan dari murid-murid tersebut. Sebagian besar dari mereka katanya gak ada yang mengaku, seperti menutup-nutupi sesuatu. Katanya mbakku, biasalah, mana ada maling yang mengaku. Kemudian, ada salah seorang nama yang diminta mbakku untuk dipanggil. Ketika melihatnya, kataku mbakku, dia sangat cantik. Pantas saja dia mudah mendapatkan teman. Dia itu adalah seorang murid baru (dahulunya), baru masuk ke sekolah tersebut pertengahan semester. Adikku pernah menceritakan tentangnya. Dahulu, pertama kali masuk, dia pendiam dan masih belum punya teman, biasalah anak baru. Adikku pun akhirnya yang berusaha mendekatinya. Mungkin bagi adikku, ini adalah kesempatan bagus, daripada sendiri dan gak punya teman di kelas. Awalnya mereka sangat dekat. Tetapi dalam beberapa hari, ia mulai kenal dan banyak temannya. Hingga pada akhirnya, ketika sudah bisa beradaptasi, tuh anak langsung gak mau berteman lagi dengan adikku, bahkan ikutan bully. Nah, ketika tuh anak yang memberikan penjelasan, dia malah menyalahkan dan menjelekkan-jelekkan adikku. Padahal teman yang lain pada bilang biasa saja, gak ada masalah. Eh, ini yang pernah dibantu malah menjatuhkan adikku.
Setelah emosi mendengar penjelasan-penjelasan teman-teman sekelas adikku itu. Mbakku pun meminta penjelasan dari salah seorang teman baik adikku yang memang sudah dikenal baik oleh mbakku. Dari penuturannya, seperti benar apa adanya bahwa adikku di kelas memang selalu di-bully. Bahkan teman baik adikku itupun bercerita sambil menangis.
Cukup sudah, akhirnya mbakku pulang dengan keadaan geram. Aku dan adik laki-lakiku yang kemarin malam baru pulang dari kampus dan mendengar cerita dari mbakku dengan nada jengkel itupun, jelas kami ikut jengkel.
Saat itu, mbakku juga sempat mengatakan bahwa pantas saja SMA di situ gak maju-maju. Padahal SD dan SMP yang satu komplek dengannya (dengan sistem dan kepala sekolah yang berbeda), sudah maju dengan banyak prestasi. Lah, guru BK-nya aja seperti itu, kacau banget. Mbakku membandingkan dengan guru BK di SMP Muhammadiyah 4 Gadung (di sebelah SMA tersebut), katanya jelas beda banget. Kalau guru BK di SMP itu terlihat jelas bahwa dia adalah lulusan psikologi, cara berbicaranya enak dan bisa dengan mudah dekat dengan para muridnya, bahkan dengan para walimuridnya. Sedangkan guru BK di SMA abal-abal itu, kayak gak berpendidikan. Mbakku juga sempat mengatakan (mungkin karena lagi jengkel), “Itu pemilihan guru sekolah SMA-nya seperti apa seh? Masa’ iya sistem SMA-nya kacau, asal comot guru, dana pendidikannya dikorup.”
Dan pagi tadi, aku pun mencoba berbicara dengan pihak sekolah yang kacau itu lewat telepon. Karena hari ini aku masih ada kegiatan di kampus, jadinya gak bisa ke sekolah langsung. Pembicaraan dari telepon tadi diawali oleh ibuku. Dan saat mendengar cara berbicara dan nada ibuku, saya dan mbakku langsung saja jengkel. Ibuku benar-benar lunak, pantas saja mereka (pihak sekolah) bersikap keras dan tidak mengenakkan seperti itu. Kemudian telepon itupun saya ambil alih. Awalnya saja mencoba mendengar lebih dahulu. Yah, hanya ingin memastikan apakah benar apa yang dikatakan mbakku. Karena saya pernah sedikit menguasai ilmu psikologi, setidaknya saya bisa akan sedikit tahu dari mendengar cara dan nada berbicara seseorang. Dari percakapan telepon itupun aku dapat menangkap sesuatu yang ganjil, seperti ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Entah apa itu. Setelah cukup mendengar dan emosi amarah mulai naik. Aku pun membalas dengan nada keras. Bertanya dan berkata ini-itu untuk mendapatkan kejelasan. Dan jawaban dari mereka pun menurutku gak jelas. Setelah panjang kali lebar aku berkata, lawan bicaraku saat itupun menjadi lunak dan terdiam. Dan kemudian, telepon dari pihak sekolah sana pun sempat berganti. Dari pengakuannya, telepon itu ternyata berpindah tangan ke guru BK. Gak tau kenapa dipindah-tangankan. Dan bahkan setelah itu, jawabannya semakin gak jelas banget apaan. Tiba-tiba menyalahkan ini-itulah, ini karena sistemnya lah, dari pihak atas, kepala sekolah, dan gak tau lah apaan. Gak jelas pokoknya.
Setelah percakapan dengan pihak sekolah dari telepon tersebut, saya langsung memberitahu kepada ibuku bahwa jangan bersikap lunak semacam itu kalau menghadapi tipe-tipe orang tertentu (yang semacam itu). Kalau kita lunak, malah pihak sana yang akan keras dan semakin menjadi-jadi. Kemudian, kami pun berbicara mengenai bagaimana kelanjutannya. Dan saat berunding tersebut, banyak hal yang kami perbincangkan, salah satunya, ternyata ini bukanlah kasus pertama di sekolah itu. Ada teman adikku yang juga memiliki masalah di sana. Bahkan, ini lebih parah, bukan lagi dimusuhi teman sekolahnya, tetapi malah dimusuhi guru-gurunya. Penyebabnya adalah masalah SPP. Dia itu sudah membayarkan uang SPP-nya ke salah seorang guru di sana. Tetapi guru yang diberikan uang tersebut mengatakan bahwa tidak menerima uang SPP tersebut. Alhasil, guru-guru yang lain pun ikut memarahi dan memusuhinya. Ketika pelajaran apapun yang berlangsung di kelasnya, ia selalu disikapi secara diskriminatif oleh guru-gurunya. Dia akhirnya juga mogok sekolah dan bercerita sambil menangis pada orangtuanya bahwa ia benar-benar telah membayarkannya dan takut serta gak mau lagi sekolah.
What’s the hell!! Saya yang mendengarnya jelas jengkel lah. Masa’ iya ada guru dan sekolah semacam itu???
Akhirnya, sudah bulat keputusan kami untuk mengeluarkan adikku dari sekolah itu dan memindahkan ke tempat lain. Kami sudah ada keputusan untuk memondokkannya ke pondok PERSIS yang lebih terpercaya. Kami tidak ingin masa depan adik kami nantinya akan menjadi suram karena sekolah abal-abal semacam itu. Rencananya, besok saya yang langsung mendatangi sekolah abal-abal tersebut untuk mengurusi administrasi kepindahannya. Karena kalau ibu saya sendiri, saya takutnya malah nanti dipersulit.
Dan insyaAllah, entah di hari sabtu atau minggu, kemungkinan masalah ini akan kami bawa ke PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) Jawa Timur untuk ditindak-lanjuti. Karena ibuku sendiri merupakan seorang aktivis Muhammadiyah di kampung kami dan mengenal orang-orang di PWM. Dan ibuku sangat kecewa dengan hal ini serta tidak bisa mendiamkannya saja. Kok bisa sekolah Muhammadiyah yang mahal itu bisa seperti ini. Makanya mau dibawa ke PWM supaya ada ketegasan yang menyangkut pendidikan dalam Muhammadiyah. Bahkan, mungkin bila perlu, akan saya bawa juga masalah ini ke Komisi Perlindungan Anak dan Komisi Pendidikan.
Masya Allah, dek :") Semoga masalahnya cepat terselesaikan dengan jalan terbaik ya :)
BalasHapusterima kasih dukungannya, mbak :)
Hapus