- Back to Home »
- Corat Coret Curhat , Renungan , Sudut Pandang-Ku »
- TERGANTUNG GURUNYA SIH…
Posted by : JIM
Jumat, November 09, 2012
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Guru? Siapa sih yang enggak tahu
guru? Derajatnya selalu disebut-sebut dan dijunjung tinggi dalam berbagai
perihal ataupun media. Dan tidak jarang pula kita mendengar kata “Guru adalah
pahlawan tanpa tanda jasa”. Bahkan, sekarang inipun kesejahteraan guru semakin
diangkat dan dihargai. Mereka, para guru, semakin dinilai memiliki peranan
penting dalam dunia pendidikan. Tetapi, sebenarnya sejauh mana sih peranan
ataupun pentingnya guru itu, terlebih dalam pandangan seorang murid itu? Oleh
karenanya, di artikel postingan kali ini, saya yang merupakan seorang pelajar
akan…. yah… mungkin setidaknya bisa disebut memberikan pandangan, opini,
kritik, saran atau mungkin juga masukan kepada para guru-guru.
Kalau menurut pendapat pribadi
saya sih, suatu pelajaran ataupun pendidikan dalam kurikulum bisa lebih
bermakna dan menjadi mudah itu tergantung dari guru pengajar/ pembimbingnya.
Kenapa? Baiklah, untuk menjawabnya, saya akan bercerita tentang pengalaman
pribadi saya ketika diajari oleh berbagai macam guru selama saya bersekolah.
Saya yang seorang pelajar SMA
jurusan IPA ini, merupakan pelajar yang paling tidak suka pada bidang IPS.
Wajar? Ya, tentu, tetapi yang bikin saya heran sejak dahulu, kenapa dalam
bidang IPA masih ada saja pelajaran sejarah. Jadi, wajar dong jika saya tidak
suka dan merasa kesulitan dalam pelajaran sejarah. Ketika pelajaran sejarah
itu, saya banyak tidak mengertinya dan saya pun tidak peduli. Ya, mungkin itu
wajar, tetapi anehnya ada materi sejarah tertentu yang saya kuasai. Dan
materi-materi itu adalah materi di kelas 5 dan 6 SD. Hemb…. Mungkin itu masih
tidak mengherankan, tetapi ada yang saya sendiri heran, dibandingkan dengan
materi di SMP, saya masih jauh lebih ingat dengan yang di SD, bahkan materi
sejarah yang baru-baru ini di SMA saja saya sudah langsung lupa dan hanya bisa
geleng-geleng kepala tanda tidak ada yang mengerti. Padahal kalau materi dalam
pelajaran lain, saya masih lebih ingat ketika di SMP, apalagi di SMA daripada
di SD. Ya, wajar, karena di SD sudah lama sekali dan sudah banyak yang
terlupakan. Tetapi kenapa dalam sejarah ini saya lebih mengingatnya?
Ini karena gurunya, itulah jawaban
saya. Ketika di SD dahulu, saya memiliki guru favorit, dan menurut saya
benar-benar hebat ini guru. Oleh karena SD saya dahulu sekolah swasta, sehingga
mungkin wajar jika seorang guru merangkap dalam beberapa pelajaran. Dan guru
favorit saya ini merupakan guru IPS sekaligus guru Bahasa Indonesia. Guru saya
ini merupakan seorang guru yang dapat menerangkan suatu masalah dengan unik,
mengasyikkan, dan mudah diterima oleh muridnya. Maka dari itu, saya waktu itu
begitu dapat memahami pelajaran dalam bidang tersebut dengan sangat baik,
bahkan saya masih banyak mengingat kata-kata mutiara dan nasihat-nasihat beliau
yang membuat saya bisa sampai sejauh ini. Beliau begitu berkesan dan sungguh
luar biasa dalam menanamkan budi pekertinya kepada para muridnya. Tiada yang
bisa saya katakan lagi selain ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada
beliau.
Lain halnya lagi dengan pelajaran
matematika. Dari dahulu saya memang suka dengan pelajaran ini, entah mengapa,
saya sendiri tidak tahu, sepertinya hanya mengalir begitu saja. Tetapi, ada
tetapinya, di kelas 2 SMA dahulu, minat saya terhadap matematika pernah turun,
bahkan drastis. Kenapa?
Ya, karena guru lagi. Ketika kelas
2 SMA dahulu, bertepatan wali kelas saya saat itu merupakan guru bidang studi
matematika. Tetapi bukan berarti saya menjadi merasa senang karena wali
kelasnya merupakan guru bidang studi yang saya suka, malah sebaliknya. Entah,
saya tidak tahu, apakah murid-murid yang lain sadar atau tidak, tetapi
setidaknya ada seorang teman saya yang juga sadar atau sependapat dengan saya. Menurut
saya, guru saya yang satu ini sepertinya hendak mengendalikan atau memengaruhi
pikiran anak didiknya. Ya, seperti orang politik begitu, berusaha membuat
muridnya suka dengan ini atau membencinya, atau melakukan ini, atau
bagaimanalah, yang pasti seperti mencuci pikiran muridnya agar melakukan atau
berpikir sesuatu sesuai kehendaknya.
Dan yang membuatnya saya lebih
tidak suka dengan guru matematika kelas 2 SMA dahulu adalah karena guru ini
bukannya memberi semangat, motivasi, atau mungkin dukungan pada muridnya, malah
sebaliknya. Perkataan-perkataan yang sering terucap olehnya malah sesuatu yang
bisa menurunkan semangat atau bahkan menjatuhkan mental. Selalu seperti
menakut-nakuti muridnya. Katanya dahulu UNAS beginilah, begitulah, hingga
teman-teman saya dahulu sering bahas tentang UNAS nanti bagaimana, yang
pokoknya sampai ketakutan sekali, takut tidak lulus begitulah. Tetapi kalau aku
sih santai saja, tidak terlalu memikirkan perkataannya, karena aku yakin bahwa
perkataannya yang menurut saya memang sejak dahulu aneh dan menyimpang.
Terbukti, jika perkataan guru itu
hanya omong kosong. Karena dahulu dia juga pernah mengatakan sesuatu yang
menakuti muridnya juga. Ketika kelas 2 SMA dahulu, ia juga pernah berkata bahwa
hati-hati sama guru matematika kelas 3 SMA nanti, katanya guru matematika itu,
sebut saja guru matematika kelas 3 SMA adalah bu A, katanya bu A ini orangnya…
yah bisa dibilang menakutkan atau mungkin anak-anak menyebutnya killer begitu.
Ya, pokoknya, lagi-lagi anak-anak takut, saya sering mendengar mereka
mengatakan bagaimana nih nanti kelas 3, bisa-bisa nilai matematika menjadi
jelek-jelek kalau bu A itu seperti yang diceritakan oleh wali kelas 2 SMA.
Eh, tetapi benar bahwa tidak
seperti dikatakan guru kelas 2 SMA itu, malah sebaliknya, bu A ini orangnya
asyik dan juga unik. Cara penyampaiannya pun mudah diterima dan enaklah. Jadi
saya berkesimpulan bahwa perkataan wali kelas 2 SMA yang merupakan guru
matematika itu hanya omong kosong. Maka dari itu, saya tidak peduli dengan
ucapannya. Tetapi bukan berarti setelah saya diajari oleh orang itu, tidak
berefek apapun terhadap saya yang pelajar ini. Ya, tentu ada efeknya, yaitu ya
tadi itu, minat saya terhadap matematika menjadi menurun. Aduh, sudah ketika di
kelas jarang memberi materi yang bisa menambah ilmu, eh malah menurunkan
semangat muridnya. Tetapi untungnya, sekarang minat saya terhadap matematika
menjadi naik dan kembali lagi.
Ok, lain cerita lagi dengan
pelajaran fisika. Memang, jujur, walau saya anak IPA dan suka pelajaran
matematika, tetapi entah mengapa ketika kelas 1 SMA, saya tidak mengerti
apa-apa dengan pelajaran fisika ini. Jika ditanya kenapa lagi, maka jawabannya
karena guru lagi. Ya, karena sejak dahulu, entah mengapa guru fisika itu tidak
ada yang enak dalam mengajar. Entah, begitu membosankan atau tidak menarik
bagaimanalah. Kemudian ketika kelas 2 SMA saya sedikit lebih mengerti, karena
berusaha untuk belajar sendiri. Eh, untungnya, ketika kelas 3 SMA menjadi jauh
lebih baik, karena saya lebih banyak memahaminya, bahkan materi kelas 1 dan 2
baru saya mengerti di kelas 3. Jika ditanya kenapa lagi, ya tentu karena guru
lagi. Baru ketika kelas 3 SMA, guru fisika saya baru ada yang pas dan cocok.
Guru fisika kelas 3 SMA ini selalu mengambil mudahnya saja, itu yang saya suka,
menganggap atau mengambil sesuatu secara mudah dan tidak membelit-belitkannya.
Bahkan sampai ada temanku yang berkata, “coba saja sejak dahulu guru fisikanya
kayak begini, paling aku sekarang aku sudah pintar fisika.”
Jadi, inti di balik semua cerita
panjang-lebarku di atas adalah bahwa guru itu memiliki peranan penting bagi
perkembangan cara berpikir para anak didiknya. Dan bisa dibilang ada
ketergantungan antara para pelajar terhadap para gurunya. Tidak salah bila ada
yang mengatakan bahwa ‘guru itu adalah orang tua kedua’. Ya, karena memang
seperti itulah kenyataannya. Cara berpikir murid bisa dipengaruhi oleh guru,
bahkan bisa lebih berpengaruh dibandingkan orang tuanya sendiri. Bahkan lagi,
sampai ada peribahasa “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Tidak
salah dan tidak berlebihan memang, seperti itulah kenyataannya, kepribadian
murid bisa terbentuk akibat pengaruh dan kepribadian gurunya.
Guru bisa menjadi seorang pahlawan
yang mampu mencerdaskan anak bangsa dan menjunjung tinggi Negara Indonesia ini,
tetapi juga dapat menjadi seorang tetoris yang bertindak secara otoriter untuk
membajak pikiran anak bangsa. Maka dari itu, harapan dan permohonan saya
terhadap para guru, tolonglah dalam hal mengajar itu, jangan hanya memberikan
materi apa yang ada di buku, tetapi juga berilah sesuatu hal yang berkesan
ataupun sesuatu nasihat yang mampu menjadi nilai lebih bagi muridnya. Janganlah
hanya menjadikan guru itu sebagai profesi atau pengajar yang memberikan materi,
tetapi jadikan guru itu sebagai bentuk pengabdian terhadap bangsa untuk
membimbing para murid menuju jalan kebenaran demi mencerdaskan generasi bangsa
yang mampu berpikir aktif dan tanggap dalam melihat kondisi perubahan dunia,
bukan menjadikan generasi bangsa yang hanya tunduk dan takut kepada guru,
sehingga pikiran kami para pelajar seperti dikuasai atau dikendalikan oleh
guru. INGATLAH! Kami para pelajar bukanlah boneka para guru.
hehe..kalo mbak An sih tak memandang siapa yang mengajar..Faktor pengaruh dari guru memang penting, tapi hal yang lebih penting adalah besarnya minat terhadap suatu pelajaran tertentu.
BalasHapus