- Back to Home »
- Corat Coret Curhat »
- TEROR RUMAH SAKIT
Posted by : JIM
Sabtu, Agustus 15, 2015
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Sebenarnya dua-tiga hari yang lalu, saya sudah menyiapkan
sebuah artikel yang hendak saya postingkan di sini. Tetapi karena suatu sebab,
akhirnya mungkin artikel tersebut tunda lebih dahulu. Dan kali ini, saya ingin
membahas suatu hal lain, yang berkaitan dengan tragedi yang menimpa adikku.
Hari Rabu, 12 Agustus 2015, yang lalu, adik dan kakakku mengalami
kecelakaan sepeda motor. Untuk kakakku, Alhamdulillah tidak mengalami luka yang
serius, hanya sedikit luka lecet. Sedangkan untuk adikku, mengalami luka yang cukup
parah di bagian kaki kiri dan jari kelingking tangan kirinya bengkok. Setelah kecelakaan
tersebut, dari penuturan adikku, dia dibawa oleh teman-temannya ke klinik
terdekat. Dokter di klinik tersebut mengatakan bahwa untuk kaki mungkin cuma luka
luar, tetapi untuk tangan harus dibawa ke rumah sakit dan di-rontgen. Alhasil,
setelah adikku diantar teman-teman ke rumah, aku dan ibuku langsung membawa ke
rumah sakit terdekat dari rumah, yaitu RSI 2 (Jemursari).
Setelah selesai rontgen, di sana ada beberapa perawat yang memeriksa foto hasil rontgen tersebut. Kemudian antar perawat saling berkomentar, ada yang bilang, “wah, bilang, ini penyakit ini harus diginikan.” Yang lain menimpali, “bukan seperti ini dan itu, bla… bla…”. Yang lain lagi, “lebih tepatnya kayak gini, bla… blaa…”. Entahlah, aku tidak begitu memerhatikan debat mereka. Dan ibuku pun menatapku dengan tatapan wajah tak percaya, aku pun memahaminya. Para perawat itupun selanjutnya mengatakan bahwa harus operasi dengan biaya yang cukup besar, dan bila tanpa asuransi atau BPJS (atau apapun lah itu namanya, karena keluargaku gak pernah ngurus dan percaya dengan hal-hal semacam itu), maka biaya bisa sampai sekitar 20juta rupiah. Aku dan ibuku menanggapi hal itu dengan biasa, karena kami sudah tahu, tetapi sepertinya wajah adikku tampak khawatir, mungkin dia merasa bersalah, gara-gara kecelakaan yang dialaminya, harus menguras uang sebesar itu. Maklumlah, aku dan adikku, dari dulu kami paling gak suka harus merepotkan orang tua, terlebih sampai membebani orang tua dengan sejumlah, apalagi dengan uang sampai segitu.
Selanjutnya ibuku langsung meminta keluar dari ruangan
dengan alasan akan mempertimbangkannya dengan sanak-saudara. Tetapi para
perawat itu menahan kami untuk agar tidak keluar ruangan dulu dan segera
memutuskan operasi tersebut dengan menakut-nakuti penyakit yang dialami adikku
ini-itu. Tetapi ibuku terus memaksa, hingga pada akhirnya salah mereka menyerah
dan salah seorang perawat berkata, “Ya sudahlah, terserah ibu.”
Kemudian aku dan juga ibuku memberikan pengertian kepada
adikku bahwa biaya operasi sebenarnya bisa jadi tidak semahal itu, tetapi para
perawat ataupun pekerja di rumah sakit, biasanya senang bila ada seseorang yang
akan menjalani operasi. Kemudian akan membesar-besarkan / meninggikan tarif
operasi dengan mengatakan/ beralasan ini-itu, seperti menakut-nakuti dengan
bahaya penyakit yang dialami pasien. Kami (aku dan ibu) mengetahui hal ini dari
penuturan pamanku yang sekarang bekerja di Dinas Kesehatan Pusat dan dahulu pernah
bertahun-tahun bekerja sebagai dokter.
Pamanku tersebut pernah bercerita kepada kami ketika kami
mengunjungi rumah beliau, tentang bagaimana beliau (bersama keluarga lainnya) yang
dahulu membawa adiknya (pamanku yang lain) ke rumah sakit karena adiknya
tersebut mengalami kecelakaan parah. Nah, ketika itu, mereka juga dipersulit
dan mengatakan bahwa biaya operasi membutuhkan biaya yang sangat besar, bahkan
dengan asuransi dan BPJS (atau dulu apa ya namanya, lupa) masih harus menambah
biaya lagi hingga ratusan juta. Kemudian, pada akhirnya, pamanku yang merupakan
orang dari Dinas Kesehatan tersebut pun angkat bicara, “Saya ini dari Dinas
Kesehatan Pusat, saya tahu separah apa yang dialami adikku dan saya juga tahu
bagaimana prosedur di Rumah Sakit. Sekarang gak usah banyak bicara, berapapun
biayanya akan saya tanggung, pokoknya segera laksanakan operasinya.” Atau yah…
saya lupa bagaimana ucapan pastinya beliau yang pasti, beliau menggertak. Yang pasti,
setelah bercerita itu kepada kami, beliau berkata ~kurang-lebih~, “Setelah saya
gertak semacam itu, mereka langsung gentar dan menyegerakan operasi. Bahkan setelah
operasi yang padahal cukup memakan biaya besar tersebut, saya tidak mengeluarkan
se-sen pun.” Katanya sih, kalau tidak salah, karena pamanku yang kecelakaan itu
adalah PNS dan dapat asuransi dari PNS-nya.
Oke, back to topic. Kembali ke permasalahan di rumah sakit
tempat adikku melakukan rontgen. Setelah kami keluar ruangan, kami harus
menunggu lama untuk mendapatkan hasil rontgen. Kami menggerutu sendiri, karena
kami tahu, pasti dari mereka sengaja memperlama dan tidak mengeluarkan hasil
rontgen. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 16.30 sore, sedangkan kami tiba di
rumah sakit tersebut sekitar pukul setengah tiga. Huh. Berarti begitu lama
prosesnya hanya untuk memperoleh rontgen. Akhirnya pun aku izin untuk
melaksanakan sholat Ashar dulu, karena ketika kami berangkat, belum masuk waktu
Ashar dan aku pun belum melaksanakannya. Nah, kemudian, setelah kembali dari
sholat, ternyata sudah mendapatkan hasil rontgen. Katanya adikku, soal mereka
(ibu dan adikku) bertemu dengan temannya kakakku yang bekerja di sana. Kemudian
ketika ibuku menanyakan hasil rontgen-nya, teman kakakku tersebut masuk ke
dalam ruangan, dan dalam sekejap, tanpa menunggu, langsung keluar dengan hasil
rontgen tadi. Kenapa gak dari tadi? Kenapa harus nunggu sampai ada orang yang
kami kenal yang memintanya?
Di malam harinya, kami pun berkumpul dengan beberapa
tetangga dan sanak-saudara, meminta pertimbangan dan pendapat mereka untuk
membawa adikku ke dokter mana. Dan saat ngumpul-ngumpul tersebut, kami pun juga
membincangkan tentang kejadian di rumah sakit. Mereka pun menganggap hal itu
biasa, karena memang gitu tingkahnya di rumah sakit di Indonesia tersebut,
makanya harus hati-hati, apalagi untuk orang awam. Kemudian kakakku juga sempat
berkata, “Kayak gitu sama saja men-dzolimi orang. DZOLIM KEPADA ORANG SEHAT AJA
GAK BOLEH, APALAGI ORANG SAKIT.” Kemudian kami pun diajak berdoa, kan doanya
orang sakit mustajab. J
Setelah itupun, adikku dibawa ke dokter ortopedi (cari
sendiri pengertiannya di google, saya aja baru tau ketika itu kok :p) yang
dikenal dan dipercaya oleh beberapa saudara dan tetangga kami. Setelah melihat
hasil rontgen-nya, katanya memang yang tangannya harus dilakukan operasi kecil,
sementara kakinya hanya mengalami pembengkakan dan luka luar saja, yang in Syaa
Allah bisa pulih secara alami. Ketika ditanya biaya operasinya pun, gak segila
seperti yang dikatakan di rumah sakit, hanya 10%-nya. Akhirnya, adikku pun
melakukan operasi malam itu juga. Dan sekarang, Alhamdulillah, dalam masa
pemulihan dan dalam kondisi yang lebih baik. Semoga aja lekas sembuh.
Baiklah, itu tadi kilasan yang dapat saya ceritakan. Dari apa
yang saya sampaikan tersebut, sebenarnya saya hanya ingin menyampaikan bahwa BETAPA
TRAGIS INDONESIA INI. Di bidang kesehatan/ rumah sakit aja seperti itu
kasusnya. Saking parahnya, sampai banyak orang yang sudah tau dan
akhirnya memakluminya. Memang sih, itu bukan kesalahan rumah sakit, mungkin
hanya oknum saja, tetapi entah, kenapa sampai menjadi tradisi semacam itu,
hingga akhirnya dimaklumi masyarakat. Sampai-sampai kata tetangga saya, kalau
mau operasi jangan di rumah sakit kalau gak kenal dengan orang dalamnya.
Haduh… bukankah tugasnya seorang petugas di bidang kesehatan
itu untuk menyelematkan orang lain dan menjadi perantara untuk menyembuhkan
orang lain. Tetapi kenapa kok bisa sampai gitu? Bukankah kalau ditakut-takuti
semacam itu malah menyerang psikologis seorang pasien, apalagi untuk pasien
menengah ke bawah, yang kalau ditakut-takuti dan ‘diancam’ operasi yang
menggila seperti itu, bisa-bisa menjadi beban mental dan mengganggu psikologi. Mbok
ya mikir, bagaimana nanti pasiennya yang harus mikir ini-itu untuk mencari
biaya operasi, kemudian hutang sana-sini untuk dapat memenuhi. Kalau pun misalnya
fisiknya sudah sembuh, setelah itu masih harus mikir ini dan itu untuk melunasi
hutang dan sebagainya, kemudian bukannya sembuh, malah bisa sakit lagi, tapi
bukan secara fisik tapi psikologis. Para orang yang telah berilmu cukup tentang
dunia kesehatan itu juga pasti tahu dong, bahwa psikologis juga memengaruhi seorang
pasien selama masa pemulihan. Nah mbok yo mikir, kalau psikologis terganggu,
mungkin karena hutang atau apa, orang yang seharusnya bisa pulih dengan cepat,
malah akan menjadi lebih lama. Mbok yo mikir juga, dikira orang Indonesia ini
pada kelebihan harta semua apa, sehingga bisa ‘dipalak’ sesuka hatinya. Mbok yo
mikir, yang seharusnya menjadi penyelemat, kenapa malah jadi pembunuh?
Sudah deh, lama-lama nulis, malah semakin greget dan semakin
amburadul aja tulisannya. Yang terakhir ini ada sedikit pesan dari saya.
- Untuk oknum/ atau siapapun yang bekerja di bidang kesehatan. Kalian pasti adalah orang-orang cerdas dan berilmu tinggi sehingga bisa masuk ke salah satu bagian kesehatan, tetapi plis deh, jangan gunakan kecerdasan dan ilmu kalian itu untuk membodohi orang lain. Jangan jadikan kesusahan orang lain, sebagai kesempatan bagi kalian untuk memperkaya diri. Ingat! Hidup itu bukan sekali. Akan ada kehidupan setelah mati, yang di mana akan dimintai pertanggung-jawaban atas ilmu kesehatan yang telah kalian miliki tersebut. Jadi, bersikap bijaklah. Kalian adalah seorang penyelamat, maka janganlah menjadi seorang pembunuh.
- Untuk masyarakat umum, khususnya orang awam. Berhati-hati dan waspadalah kalian, ketika berobat ke rumah sakit/ tempat kesehatan lainnya. Bersikaplah tenang dan jangan sampai kalian terlihat panik. Kemudian juga, sebaiknya kalian bertanya dengan tetangga, saudara, atau orang-orang di sekeliling yang telah mengetahui prosedur rumah sakit dan telah berpengalaman. Minta pendapatlah dari orang-orang di sekeliling, dan mungkin akan bisa membantu kalian dalam operasi/ pengobatan/ penyembuhan.